JAS; Lambang Kehormatan dan Topeng Kebohongan- Dewasa ini degradasi moral mulai melanda teriring modernisasi zaman. Efek domino dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi malah menimbulkan berbagai macam permasalahan yang kian kompleks. Mulai dari kenalan remaja, kriminalitas bahkan korupsi yang semakin membudaya. Lebih jauh lagi, banyak dari para petinggi dan pejabat memperoleh jabatan mereka dengan cara-cara yang tak arif entah jual beli jabatan atau money politic. Lantas bagaimana proses kepemimpinannya jika dari proses dan niatan awal saja sudah menyalahi aturan yang ada?
Tak heran, jika dalam jabatan sering terjadi kongkalikong atau persekongkolan yang ujung-ujungnya tak lain adalah keuntungan pribadi atau golongan yang merugikan banyak orang. Apa karena terbuai dengan posisi atau jabatan yang nyatanya memang memberikan manfaat dan keuntungan. Mari melakukan sedikit saja penilaian atau muhasabah. Tak perlu jauh-jauh, di mulai saja dari diri kita sendiri. Apakah kita sudah membudayakan sikap-sikap baik yang mengarah pada integritas positif seperti kejujuran, disiplin dan bertanggung jawab. Secara pribadi, rasanya masih banyak yang perlu diperbaiki.
Ke depan, mari kita perbaiki diri, dan tanamkan nilai positif pada keturunan kita sedari dini agar terbiasa bersikap jujur, disiplin serta bertanggung jawab. Jika tidak mulai kita biasakan, dampaknya nanti tentu akan kita rasakan sendiri. Jika memang kelak menerima amanah menjadi pemimpin sudah mempunyai bekal karakter yang baik. Sehingga, harapanya mampu memberikan dampak yang positif karena bertanggung jawab atas kepemimpinannya dengan menjunjung tinggi nilai kejujuran dan kedisiplinan.
Dari beberapa uraian tersebut, kita akan mencoba menganalogikan jas dari sisi kehormatan dan kebohongan yang timbul. Sekilas terlihat sebagai pakaian yang elit, tapi bisa saja dikenakan untuk menutupi kepalsuan atau kebohongannya. Yuk kita simak bersama!
Jas; Lambang Kehormatan dan Topeng Kebohongan
Jas identik sebagai bagian dari pakaian resmi yang seringkali dipakai pemangku jabatan. Sekilas, nampak penuh dengan kewibawaan sehingga kebanyakan warga menaruh kehormatan pada mereka. Ada yang berkata: "Pakaianmu memuliakanmu sebelum kamu duduk, tapi ilmu mu memuliakanmu setelah kamu duduk". Memang benar sebuah pakaian memberikan kesan awal yang baik, akan baik seterusnya jika ilmu dan perilakunya baik. Jika perilaku baik telah dibiasakan tentu bagaimanapun situasi dan kondisinya akan menjaga kebaikan. Hal ini akan memberikan efek yang baik pula secara pribadi, golongan dan untuk khalayak umum. Sehingga, sikap hormat yang diberikan oleh orang lain berbanding lurus dengan perilakunya.
Perilaku yang positif dari pejabat atau pemimpin inilah yang kita semua harapkan. Untuk menanamkannya, kita memerlukan pembiasaan, percontohan dan peringatan. Mungkin bisa melalui keluarga, sekolah atau pun lingkungan sekitar. Sehingga, akan membantu mencetak karakter atau perilaku yang baik.
Disisi lain, jas juga bisa dimaknai sebagai sebuah sebuah topeng yang menafikan kesan kehormatan itu sendiri. Kenapa seperti topeng? karena topeng biasanya digunakan untuk menutupi wajah atau penampakan aslinya. Hal ini terjadi, jika perilaku orang yang mengenakannya malah memanfaatkan rasa hormat yang diberikan semua orang untuk keuntungannya sendiri.
Berbohong dengan ucapan manis dan menarik. Apa yang disampaikan lisan tidak diiringi perbuatannya. Memanfaatkan kedudukan atau jabatan untuk memperkaya diri. Merugikan orang lain, tidak memperdulikan aspirasi mereka. Bahkan tak jarang, memang menginginkan kekuasaan dan jabatan dengan niatan untuk memuluskan kepentingan sendiri. Inilah mengapa jas juga dapat diibaratkan sebagai sebuah topeng kebohongan. Dalam kitab Riyadus-Shalihin disebutkan bahwa "Allah tidak melihatmu dari wajahmu, jenismu/perawakanmu, ilmumu, amalmu, tapi kamu dilihat dari hatimu". Sebaik apapun tampilan atau pakaianmu itu percuma jika hati dan representasinya dalam perbutan atau perilaku tidak seperti baiknya pakaian yang dikenakan. Tentu, baiknya perilaku merupakan cerminan dari hati yang baik. Meskipun isi hati hanya Ia (Allah Swt) yang mengetahui. Semoga kita bisa senantiasa memperbaiki diri, menata hati dan menjaga perilaku baik dan benar.
Akhirnya, secara pribadi tidak bermaksud menggurui dan juga menjelek-jelekkan pihak lain. Semoga bisa memberikan sedikit manfaat.

Komentar
Posting Komentar