REKONSTRUKSI AKAL MENUJU INSAN KAMIL
Manusia adalah
khayawanun natiq (hewan yang diberikan akal). Artinya, manusia adalah
makhluk dalam bentuk yang paling sempurna dimana memiliki ciri atau
karakteristik khusus yang membedakan dengan makhluk yang lain dengan
kepemilikan akal untuk berpikir. Ini adalah sebuah anugerah yang tak dimiliki
oleh semua makhluk, dimana makhluk lain lebih cenderung bersifat instinkif atau
menggunakan instingnya sebagai landasan bertidak dan mengembangkan diri. Namun,
manusia memiliki akal yang dapat melahirkan pemikiran-pemikiran yang apabila
mampu mengatasi nafsunnya, maka akan memberikan konstruksi kualitas yang baik
bagi perkembangannya. Oleh karena itu, sudah semestinya akal yang telah
diberikan digunakan dengan sebaik mungkin untuk melangkahkan diri menjadi insan
kamil.
Insan kamil ialah manusia yang mampu
memposisikan diri sebagai insan yang bermanfaat bagi orang lain. Hal ini bisa
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.
Berangkat dari salah satu tujuan pokok diciptakannya manusia yang tak lain
adalah untuk menjadi khalifah di bumi, maka peran dan tanggung jawab
hidup dalam kemasan sosial harus mengarah pada kemaslahatan bersama. Sehingga,
manusia yang bermanfaat bagi orang lain adalah manusia yang memiliki keutamaan
yang besar.
Beranjak dari berbagai uraian
diatas, realitas yang terjadi dimasa berkemajuan seperti sekarang ini belum
mampu menunjukkan tercapainya atau terealisasinya tujuan terbentuknya
masyarakat yang konstruktif dan kontributif dalm kebaikan. Karena permasalahan
yang terjadi pada saat ini adalah hedonisme dan pragmatisme yang melanggar atau
menyalahi akal sehat yang digariskan. Artinya, akal yang seharusnya digunakan
untuk memilah-milah kebaikan untuk diterapkan dan menghindari keburukan untuk
dihindarkan justru terperosok dalam kenikmatan sesaat yang tidak bermanfaat. Sehingga,
fungsi akal yang diharapkan tidak sesuai dengan realita yang ada.
Menanggapi beberapa permasalahan
yang ada tersebut, kesadara menjadi sangat penting kedudukannya untuk
memulihkan atau merevitalisasi fungsi akal. Hal ini bisa dilakukan melalui
pengintegrasian pendengaran, penglihatan, dan akal untuk menemukan solusi
konkritnya. Melalui keterpaduan ketiga hal tersebut, manusia dapat memperoleh ilmu
kauniyah yang bermanfaat sebagai bahan muhasabah untuk memperbaiki
diri. Dengan mendengar seseorang akan tahu mana yang dapat memberikan kesan dan
yang tidak. Kemudian, melihat akan menuntun pengetahuan suatu perilaku layak
atau tidak layak untuk dilakukan. Dan yang terakhir, adalah sterilisasi dan
filterisasi untuk memetik kebaikan dengan mendayagunakan akal secara positif.
Dengan demikian, akal akan memberikan peran positif bagi perkembangan manusia.
Menelik dari langkah tersebut, satu
hal yang harus selalu diingat adalah apabila akal digunakan secara positif,
maka akan memberikan dampak positif dan sebaliknya. Bahkan lebih buruknya
dampak kesalahan dalam penggunaan akal
ini, manusia dinyatakan sebagai hewan,
atau malah lebih rendah darinya karena tidak memanfaatkan kelebihan berupa akal
untuk hal yang baik. Maka, rekonstruksi akal yang telah melenceng untuk memberikan
kesadaran fungsi yang benar adalah jalan untuk menuju insan kamil. Karena
dengan akal sehat manusia akan memiliki kelebihan-kelebihan yang bisa
bermanfaat bagi diri sendiri khususnya, dan orang lain pada umumnya. Tujuan
untuk kemaslahatan bersama inilah yang menjadi tugas mulia, karena setiap
manusia bisa disebut insan kamil apabila ia bisa mengarahkan diri dalam shiratal
mustaqim sekaligus menjadi mutiara masyarakat dengan menjadi sirajan
muniira.
THINK FRESH IS
THE WAY TO WIN

Komentar
Posting Komentar