Sebelum
bermunculan berbagai cabang keilmuan, ilmu merupakan sebuah wujud yang satu
(Maksudnya adalah bersumber dari Yang Satu, yakni Allah Swt). Kemudian dalam
periodisasi dan perkembangan keilmuan tersebut bermunculanlah cabang-cabang
yang lebih spesifik. Salah satu contohnya adalah matematika. Dimana matematika
merupakan ilmu hitung yang menjadi tujuan hidup manusia di dunia. Bagaimana
bisa demikian? Karena manusia hidup di dunia ini diberikan kebebasan untuk
memilih meskipun telah diberikan seperangkat aturan berkehidupan. Kebebasan
yang berkosekuensi inilah yang melandasi perhitungan, dimana penempatan manusia
yang kekal akan melalui tahapan yang dinamai yaumul hisab (Hari
Perhitungan). Disini akan terjadi perhitungan yang sangat detail, bahkan tak
akan ada yang terselipkan dalam seriap langkah kehidupan, semua akan tuntas dan
menghasilkan kebenaran yang semurni-murninya. Oleh karena itu, setiap waktu
yang diberikan harus dihitung untuk kemanfaatan.
Waktu
merupakan bagian awal dalam sebuah perhitungan matematika. Beranjak dari hal
ini tersusun jagat raya dan segala ciptaan yang tersusun dengan rapi dan
diberikan berdasarkan perhitungannya. Hal ini diperkuat dengan sebuah dalil
bahwa... “segala sesuatu itu ada perhitungannya”. Hal inilah yang kemudian dalam
perkembangan peradaban manusia mulai terjadi spesifikasi perhitungan terhadap
realita dan alam semesta. Mulai dari pergantian siang dan malam, perputaran
matahari dan bulan inilah yang menjadi titik tolak perkembangan matematika pada
zaman pra zunani.
Pada zaman
pra-zunani ini, masyarakat awal yang menamakan diri Babylon menyebutkan bahwa
bumi mengalami perputaran yang kemudian kembali pada titik awal (tahun baru)
dalam kurun waktu kurang lebih 360 hari. Hal ini kemudian mengisyaratkan
bahwasanya lingkaran dalam perputaran penuh sudutnya adalah 360 derajat.
Kemudian masyarakat Babylon membaginya kedalam enam segmen sehingga menjadi 60
derajat, angka 60 inilah yang sangat fenomenal pada zaman Babylon dimana
dikenal dengan sistem seksadesimal (basis 60). Dengan adanya sistem ini dikenal
adanya kuadrat 82 = 60 + 4 ditulis 1.4, 92 = 60 + 21
ditulis 1.21, 102 = 60 + 40 ditulis 1.40, kemudian 112 =
2.60 + 1 ditulis 2.1 dan seterusnya sampai pada kuadrat 60. Lebih lanjut lagi
mereka juga menemukan konsep pecahan yang menggunakan basis 60 (seksadesimal)
sebagai contoh 20/60 = 1/3 dan 30/60 = ½, dan seterusnya. Ini mengisyaratkan
bahwa masyarakat Babylon telah mampu meneliti realitas semesta.
Beranjak dari
uraian diatas, ada satu hal yang menarik dari matematika. Dimana berawal dari
suatu hal yang umum menuju hal yang lebih spesifik yang senada dengan keadaan
berketuhanan atau penghambaan kepada Allah Swt, dimana kita berinteraksi kepada
sesama manusia dalam kehidupan sosial atau umum, kemudian mempertanggung jawabkannya
terhadap Allah Swt dalam keadaan yang khusus tanpa campur tangan yang lain dan
bersifat mutlak. Konsep Basis 60 yang notabene adalah berawal dari
pengamatan terhadap pergerakan alam semesta dengan rentang 360 hari yang
digambarkan dengan perputaran lingkaran ini merupakan pertanda bahwasanya
kehidupan manusia akan selalu berputar. Dimulai dari tanah dan akan kembali ke
tanah. Dimiliki oleh sang Pencipta dan akan kembali kepada-Nya. Ada sebuah
pelajaran penting yang tidak boleh terlewatkan bahwasanya kita hidup hanya
sementara, dan akan kembali kepadanya. Cepat atau lambat perputaran waktu
tersebut, baik dalam perputaran awal atau sampai beberapa putaran sesuai dengan
batas yang disediakan kita akan tetap kembali kepada-Nya. Sehingga, sebagai
seorang makhluk yang akan kembali, kita harus menyiapkan bekal ketika kembali
kepada-Nya. Karena kembali dalam alam kekal akan melewati perhitungan timbangan
kebaikan dan keburukan untuk memperoleh imbalan berupa siksaan atau kenikmatan.
“Langkah anda saat ini akan menentukan hasil yang anda capai
dikemudian hari”

Komentar
Posting Komentar