SHALAT SEBAGAI IBADAH INTI UMAT ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era modern yang penuh dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
mengarah kepada kemajuan peradaban manusia. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tersebut secara tidak langsung dapat menggeser tatanan keagamaan dan
perintah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, karena kesibukan setiap manusia
dalam melaksanakan berbagai aktivitas mereka. Oleh karena itu, perlu kirannya
kita meluruskan kebutuhan manusia terhadap aspek spiritual berupa ibadah terutama
ibadah shalat agar setiap manusia senantiasa diberikan ketenangan hati dan jiwa
oleh Allah SWT.
Shalat merupakan bentuk rasa syukur kita kepada Sang Khaliq, pencipta alam
seisinya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Shalat menjembatani hubungan batin
manusia dengan Allah SWT. Bahkan karena pentingnya ibadah shalat Rasulullah SAW
dalam menerima perintah pelaksanaan shalat harus melakukan mi’raj untuk
memperoleh perintah tersebut secara langsung dari Allah SWT. Sehingga, shalat
dapat dikatakan sebagai ibadah pokok (ibadah inti) dari berbagai ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Shalat juga merupakan salah satu rukun islam. Dimana pelaksanaan shalat
sangat berpengaruh dengan kekuatan keislaman seseorang karena termasuk pondasi
atau bagian dari rukun islam. Jika berkurang satu, dengan kata lain shalat
tidak dilaksanakan, maka belum sempurna islamnya. Karena bagian dari rukun
islam, yaitu shalat belum dipenuhi. Padahal, shalat diperintahkan kepada
manusia untuk dikerjakan setiap hari.
Dari uraian diatas, maka penulis akan memaparkan dan memberikan uraian
seputar shalat. Dimulai dari pengertian shalat, dasar hukum shalat, tujuan dan
hikmah shalat, macam-macam shalat, dan shalat sebagai inti ibadah kepada Allah
SWT. Dari pokok uraian seputar shalat tersebut, maka penulis menyatukan
pokok-pokok uraian tersebut dalam sebuah makalah yang berjudul “ Shalat sebagai
Ibadah Inti Umat Islam ”.
B. Rumusan Masalah
Merujuk latar belakang diatas, maka penulis merumuskan berbagai
permasalahan yang harus dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Apa pengertian shalat?
2. Apa dasar hukum shalat?
3. Apa tujuan dan hikmah
dari shalat?
4. Apa saja macam-macam
shalat dan penjelasannya?
5. Bagaimana shalat sebagai
ibadah inti umat islam kepada Allah?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Sesuai dengan rumusan masalah yang
telah penulis susun diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan pengertian
shalat
2. Menguraikan dasar hukum
shalat
3. Menganalisis tujuan dan
hikmah shalat
4. Menyebutkan dan
menjelaskan macam-macam shalat
5. Menganalisis shalat
sebagai ibadah inti kepada Allah SWT
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat
Shalat secara bahasa berasal dari bahasa arab “shalat” mempunyai
arti doa, memohon kebajikan, pujian, dan berkah. Sedangkan secara istilah
shalat merupakan serangkaian perkataan dan perbuaatan tertentu yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam.[1]
Dalam literatur lain dijelaskan bahwa arti shalat adalah ibadat yang
terdiri dari perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir bagi
Allah SWT dan disudahi dengan memberi salam.[2]
Secara dimensi fikih shalat diartikan sebagai rangkaian ucapan dan
perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang
kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat yang telah ditentukan oleh
agama.[3]
Dari berbagai uraian shalat diatas, shalat dapat diartikan sebagai suatu
ibadah yang terdiri dari serangkaian perkataan dan perbuatan, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
B. Dasar Hukum Shalat
Dasar hukum ibadah shalat terdapat dalam al-Qur’an surat Tahaa ayat 14
yang berbunyi:
ûÓÍ_¯RÎ)
$tRr&
ª!$#
Iw
tm»s9Î)
HwÎ)
O$tRr&
ÎTôç6ôã$$sù
ÉOÏ%r&ur
no4qn=¢Á9$#
üÌò2Ï%Î!
ÇÊÍÈ
Artinya: “Sesungguhnya
aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku
dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”.
Dari ayat tersebut diatas, kita mengetahui bahwa Allah memerintahkan
manusia untuk menyembah-Nya dan melaksanakan shalat untuk mengingat dan
mendekatkan diri kepada-Nya. Selain dari ayat al-Qur’an tersebut dalam sebuah
hadits juga dijelaskan terkait dasar hukum shalat, Rasulullah SAW bersabda:[4]
رأس الأمر الإسلام,
وعموده الصلاة, وذزوة سنامه الجهاد في سبيل الله.
Artinya: “Pokok
urusan ialah islam, sedang tiangnya ialah shalat, dan puncaknya adalah berjuang
dijalan Allah”
Dari hadits tersebut, dasar hukum shalat sangat kuat sebagai salah satu
ibadah yang menjadi pokok perhatian Nabi, karena merupakan tiang agama. Lebih
lanjut, shalat dikerjakan setiap hari dan tidak bisa dipisahkan dari kehidupan
manusia kecuali adanya udzur syar’i.[5]
C. Tujuan dan Hikmah Shalat
Tujuan pelaksanaan shalat adalah untuk mengingat Allah dan mendekatkan diri
kepada-Nya, karena setiap manusia yang hidup di dunia ini adalah ciptaan-Nya. Adapun
hikmah dari shalat adalah sebagai berikut:[6]
1. Menjauhkan perbuatan keji
dan perbuatan mungkar, sebagaimana dalam surat al-Ankabut ayat 45:
ã@ø?$#
!$tB
zÓÇrré&
y7øs9Î)
ÆÏB
É=»tGÅ3ø9$#
ÉOÏ%r&ur
no4qn=¢Á9$#
( cÎ)
no4qn=¢Á9$#
4sS÷Zs?
ÇÆtã
Ïä!$t±ósxÿø9$#
Ìs3ZßJø9$#ur
3 ãø.Ï%s!ur
«!$#
çt9ò2r&
3 ª!$#ur
ÞOn=÷èt
$tB
tbqãèoYóÁs?
ÇÍÎÈ
Artinya: “bacalah apa
yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah
shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan
mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar
(keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
2. Memperoleh ketenangan
jiwa sebagaimana dalam surat al-Ra’du ayat 28:
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
ûÈõuKôÜs?ur
Oßgç/qè=è%
Ìø.ÉÎ/
«!$#
3 wr&
Ìò2ÉÎ/
«!$#
ûÈõyJôÜs?
Ü>qè=à)ø9$#
ÇËÑÈ
Artinya: “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram”.
Hikmah dan tujuan shalat, akan dapat tercapai jika shalat yang dilakukan
dengan khusyuk, dan ikhlas karena Allah. Banyak orang yang melaksanakan shalat
tapi belum dapat meraih hikmah dari shalat yang dilakukan. Sehingga, shalat
yang dilakukan hanya sia-sia yang hanya menggugurkan kewajiban yang
diperintahkan kepada kita, dan sebagai
ritual keagamaan saja.
D. Macam-macam Shalat
Macam-macam shalat ada dua yaitu shalat fardhu, dan shalat sunah. Penjelasan dari masing-masing macam-macam
shalat tersebut adalah sebagai berikut:
1. Shalat fardhu adalah
shalat yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mengerjakannya sesuai
dengan ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Shalat wajib terbagi
kedalam beberapa jenis, yang meliputi:
a. Shalat lima waktu yaitu
shalat yang diperintahkan Allah SWT, selama lima kali dalam sehari dengan waktu
yang telah ditentukan (subuh, dzuhur, ashar, maghrib, dan isya’) .
b. Shalat Jum’at yaitu
shalat fardhu yang dilakukan pada hari jum’at pada waktu dzuhur sebagai
pengganti shalat dzuhur bagi yang melaksanakannya dengan ketentuan tertentu.
c. Shalat jenazah adalah
shalat fardhu yang merupakan kewajiban salah satu umat islam sebagai bentuk
kewajiban terhadap jenazah.
2. Shalat sunah
Sunah secara bahasa berarti tambahan,[7]
artinya shalat sunah adalah ibadah shalat yang dilakukan sebagai tambahan dari
shalat fardhu yang diwajibkan atas setiap umat muslim. Shalat sunnah
dikelompokkan menjadi tiga macam berdasarkan waktu pelaksannannya, yaitu
sebagai berikut:[8]
a. Shalat sunah harian yaitu
shalat sunnah yang dapat dilakukan sehari-hari dengan waktu tertentu yang telah
ditetapkan. Shalat sunah harian ini juga masih dibagi kedalam beberapa jenis,
antara lain:
1) Shalat rawatib adalah
shalat sunah yang dilaksanakan sebelum dan sesudah shalat fardhu. Shalat
rawatib ini sering disebut shalat qabliyah-ba’diyah. Kecuali shalat
setelah shalat subuh dan setelah shalat ashar.
2) Shalat dluha adalah
shalat yang dilaksanakan setelah terbitnya matahari kira-kira setinggi anak
panah (tiga meter lebih sedikit dari pandangan mata), atau kurang lebih dua
puluh menit setelah terbitnya matahari sampai kepada masuknya waktu shalat
dhuhur.
3) Shalat tahajud adalah
segala shalat yang dilaksanakan pada malam hari setelah melaksanakan shalat
isya’ dan setelah bangun tidur.
4) Shalat witir adalah
shalat yang dilaksanakan pada malam hari setelah shalat isya’ dengan jumlah
rakaat yang ganjil. Sering disebut dengan shalat penutup artinya shalat sunah
untuk mengakhiri shalat sunah yang lain.
5) Shalat mutlaq adalah
shalat yang tidak ada ketentuan waktunya, bebas dikerjakan kapan saja kecuali
dikerjakan pada waktu yang diharamkan mengerjakan shalat.
6) Shalat tasbih adalah
shalat yang dilaksanakan untuk memuji Allah SWT dan mendekatkan diri kepada-Nya
dengan ketentuan membaca bacaan tasbih dengan jumlah yang ditetapkan.
7) Shalat taubat adalah
shalat sunah yang dilakukan untuk memohon ampunan atas segala dosa yang telah
dilaksanakan.
b. Shalat sunah tahunan
yaitu shalat sunah yang dilaksanakan dalam kurun waktu setahun dengan waktu
yang telah ditetapkan pula. Shalat sunah
tahunan, antara lain:
1) Shalat tarawih adalah
sahalat sunah malam, khusus pada bulan ramadlan yang dilaksanakan setelah
shalat isya’ sampai terbitnya fajar.
2) Shalat ied atau hari raya
adalah shalat sunah tahunan yang dikerjakan karena datangnya hari raya idul
fitri (1 syawal), dan idul adha (10 dzulhijah).
c. Shalat sunah berdasarkan
suatu sebab tertentu yang tidak terkait dengan waktu. Shalat sunah ini tidak
terikat dengan waktu, tetapi dapat dilaksanakan pada suatu waktu tertentu
dikarenakan adanya suatu sebab. Shalat sunah ini meliputi:
1) Shalat gerhana adalah
shalat sunah yang dilakukan saat terjadi gerhana; baik gerhana matahari (shalat
kusyuf) maupun gerhana bulan (shalat khusyuf).
2) Shalat istisqa’ adalah
shalat sunah yang dilaksanakan untuk memohon turunnya hujan.
3) Shalat istikharah adalah
shalat yang dikerjakan untuk memohon kepada Allah SWT ketentuan pilihan yang
terbaik diantara dua hal.
Berbagai macam shalat sunah diatas, boleh dilaksanakan bagi setiap muslim
sebagai tambahan ibadah kepada Allah SWT, dan untuk mendekatkan diri
kepada-Nya. Akan tetapi, perlu diingat bahwasanya tidak boleh meninggalkan
shalat fardhu hanya karena terlalu bersemangat mengerjakan shalat sunah
sehingga lalai melaksanakan shalat fardhu.
E. Shalat sebagai Ibadah Inti
kepada Allah SWT
Shalat adalah bentuk meditasi yang melibatkan dimensi ilahiah, yang apabila
dilakukan dengan benar akan menghasilkan efek tenteram. Kondisi tenteram
menyebabkan terjadinya keseimbangan secara holistik di dalam tubuh. Sebagaimana
diterangkan dalam al-qur’an surat ar-ra’du ayat 28 yang berbunyi:[9]
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä
ûÈõuKôÜs?ur
Oßgç/qè=è%
Ìø.ÉÎ/
«!$#
3 wr&
Ìò2ÉÎ/
«!$#
ûÈõyJôÜs?
Ü>qè=à)ø9$#
ÇËÑÈ
Artinya: “(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.”
Dari ayat tersebut, posisi shalat adalah berupa kebutuhan batinumat islam.
Kebutuhan batin dalam hubungan vertikal dengan Sang Maha Pencipta dan Maha
Penguasa untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Karena dengan kedekatan itulah
manusia akan diberikan ketenangan dan ketenteraman dalam menjalani roda
kehidupan yang akan mengarah kepada kebahagiaan hidup manusia.
Kebahagiaan dalam shalat sebenarnya adalah kebahagiaan hakiki yang
diperoleh karena kedekatan mushali[10]
dengan Tuhannya. Semakin banyak shalatnya, semakin tinggi pula tingkat
kebahagiaan yang dicapainya. Selama shalatnya khusyuk, tawaduk, dan ikhlas,
maka kebahagiaan pun semakin permanen dalam diri mushali.[11]
Sehingga, shalat dapat dikatakan sebagai aspek terpenting dalam kehidupan
manusia sebagai penunjang kehidupan, berupa pemompa ketenangan dan ketenteraman
yang akan membantu aktivitas manusia dalam berkehidupan sebagai hamba maupun
sebagai masyarakat sosial agar tercapai kebahagiaan dalam hidup.
Shalat merupakan ibadah yang istimewa dalam agama islam. Hal ini dapat
dilihat dari perintah yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW yang secara langsung
dari Allah SWT maupun dilihat dari dimensi-dimensi lain. Menurut As-Shiddiqie,
seluruh ibadah fardhu selain shalat diperintahkan Allah kepada malaikat Jibril
untuk disampaikan kepada Muhammad. Hanya perintah shalat, Jibril diperintah
oleh Allah SWT menjemput Muhammad menghadap kepada-Nya untuk menerima perintah
shalat.[12] Sangat
urgennya shalat, bahkan dalam menerima perintah pelaksanaan shalat Allah SWT
secara khusus memerintah Jibril untuk menjemput Muhammad melalui proses mi’raj untuk
mengahadap Allah menerima perintah tersebut. Maka, kita harus senantiasa
melaksanakan shalat dengan ikhlas sepenuh hati karena Allah SWT. Karena shalat
termasuk ibadah khusus dan merupakan ibadah inti umat islam karena proses
penerimaan perintah tersebut, dan juga karena dengan shalatlah orang islam
dapat mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Selain hal diatas, shalat juga merupakan amalan hamba yang pertama kali akan
dihisab pada hari kiamat. Sebagaimana dalam sebuah hadits diterangkan, Rasulullah
SAW bersabda:[13]
اول ما يحاسب عليه العبد يوم القيامة الصلاة, فان صلحت صلح ساىْر عماله, فان
فسدت فساد ساىْر عماله. روه الطبرنى.
Artinya:
“Amalan yang mula-mula dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat ialah
shalat. Jika ia baik, baiklah seluruh amalannya, sebaliknya jika ia jelek,
jeleklah pula seluruh amalannya.”
Hadits tersebut menegaskan urgensi shalat, karena menjadi hal pertama yang
akan dihukumi di hari pembalasan kelak. Kemudian lebih lanjut shalat dari
hadits tersebut juga sebagai tolak ukur kepribadian setiap muslim. Dimana
ketika seorang muslim baik dalam shalatnya maka kepribadiannya pasti baik.
Sebaliknya, apabila dalam shalatnya tidak baik, maka tidak baik pula
kepribadiannya.
Shalat adalah roh dan tiangnya agama. Bahkan ketika Nabi Muhammad SAW
menjelang wafat, meskipun badannya lemah menderita sakit, masih
dipaksa-paksakan juga beliau naik mimbar di masjid Madinah, memberikan pesan
terakhir kepada umatnya. Diantara pesan yang paling penting, diingatkan supaya
shalat lima waktu jangan ditinggalkan, jangan dientengkan, jangan disia-siakan.
Beliau cemas kalau setelah wafat shalat itulah yang terlebih dahulu tidak
diperdulikan.[14] Hal
tersebut diperkuat dengan sebuah hadits, Rasullah SAW bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: للعهد الذي بيننا وبينهم الصلاة, فمن تركها
فقد كفر. روه احمد واصحاب السنن.
Artinya:
“Rasulullah SAW bersabda: “Janji yang terikat erat antara kami dengan mereka (orang
munafik) ialah shalat. Maka barang siapa yang meninggalkannya, berarti ia telah
kafir. (H.R. Ahmad dan Ash-habus sunan).[15]
Sangat besarnya perhatian Rasulullah SAW dengan shalat. Sehingga, menjelang
wafatnya pun, shalat merupakan pesan yang sangat ditekankan oleh Rasulullah
agar senantiasa dilaksanakan umat islam. Bahkan, meninggalkan shalat dari juga
dihukumi kafir, karena sangat besarnya dosa meninggalkan shalat. Maka dari itu,
dengan keadaan bagaimanapun shalat tidak boleh ditinggalkan.
Dari berbagai penjelasan diatas, akhirnya shalat dapat dikatakan sebagai
ibadah inti umat islam yang wajib dilaksanakan setiap harinya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang menjawab berbagai rumusan masalah yang dirumuskan pada
bab pendahuluan. Maka kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Shalat adalah suatu
ibadah yang terdiri dari serangkaian perkataan dan perbuatan, yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam sesuai dengan syarat dan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh agama, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2. Dasar hukum pelaksanaan
shalat adalah al-Qur’an surat Tahaa ayat 14 dan hadits yang menjelaskan bahwa
shalat adalah tiangnya agama.
3. Tujuan shalat adalah
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sedangkan hikmahnya adalah untuk
menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar, serta memperoleh ketenangan
jiwa.
4. Macam-macam shalat ada
dua macam, yaitu: shalat fardhu, dan shalat sunah.
5. Shalat sebagai ibadah
inti umat islam dinyatakan dengan hikmah pelaksanaannya, proses penurunan
perintah dari Allah secara langsung kepada Rasulullah, dan juga karena
perhatian Rasulullah yang sangat dalam terhadap shalat karena shalat adalah
amalan yang pertama kali akan ditimbang diakhirat, dan merupakan pesan terakhir
Rasulullah sebelum wafat.
B. Saran
Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan
penyusuna makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, baik penulis, maupun pembaca.
Penulis berharap makalah ini dapat dijadikan sebagai literatur tambahan
terkait dengan pembahasan shalat, dan semoga kita semua senantiasa melaksanakan
shalat, fardhu khususnya, serta shalat-shalat sunah untuk lebih meningkatkan
iman, dan taqwa kita kepada Allah guna mendekatkan diri kepada-Nya dan
mengharap ridha-Nya.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa makalah ini tidaklah sempurna. Karena
kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Penulis mengharapkan kritik, dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan makalah ini serta penulisan
makalah lain nantinya.
DAFTAR PUSTAKA
Alhafidz,
Ahsin W.. 2007. Fikih Kesehatan. Jakarta: Amzah
Arifin, M.
Zainul. 2002. Shalat Mi’raj Kita. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Asyhadi,
Muhammad Sokhi. 2011. Fikih Ibadah. Grobogan: Pon-pes Fadlul Wahid
Khamimudin. 2013.
Fikih kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Pesantren
Rajab,
Khairunnas. 2011. Psikologi Ibadah. Jakarta: Amzah
Sabiq, Sayyid.
1973. Fikih Sunnah 1. Bandung: PT Alma’arif
Syarifuddin,
Amir. 2010. Garis-garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana
[1]
Amir Syarifuddin, Garis-garis
Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 20
[2]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, (Bandung:
PT Alma’arif, 1973), hlm. 205
[3]
Ahsin W. Alhafidz, Fikih
Kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2007), hlm. 103
[4]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, ...,
hlm. 205
[5]
Yang dimaksud udzur syar’i ini
adalah suatu hal yang menyebabkan bolehnya meninggalkan kewajiban shalat,
karena jika melaksanakan shalat dapat mengakibatkan berdosa.
[6]
Amir Syarifuddin, Garis-garis
Besar Fiqh, ..., hlm. 23
[7]
Muhammad Sokhi Asyhadi, Fikih
Ibadah, (Grobogan: Pon-pes Fadlul Wahid, 2011), hlm. 116
[8]
Muhammad Sokhi Asyhadi, Fikih
Ibadah , ..., hlm. 118-133
[9]
Khamimudin, Fikih kesehatan, (Yogyakarta:
Pustaka Pesantren, 2013), hlm. 133
[10]
Mushali adalah orang yang
melaksanakan shalat
[11]
Khairunnas Rajab, Psikologi
Ibadah, (Jakarta: Amzah, 2011), hlm. 101
[12]
Ahsin W. Alhafidz, Fikih
Kesehatan, ..., hlm. 104
[13]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, ...,
hlm.206
[14]
M. Zainul Arifin, Shalat Mi’raj
Kita, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 9
[15]
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, ...,
hlm. 212

Komentar
Posting Komentar